Jakarta, Bentuk hidung satu orang tentu berbeda dengan
orang lain. Ada yang mancung atau memanjang ke depan dan ada juga yang
tampak seperti masuk ke dalam alias pesek serta sejumlah varian lainnya.
Tapi hingga kini tak ada yang tahu mengapa bentuk hidung orang bisa
berbeda-beda.
Untuk menjawab rasa penasarannya, Nathan Holton,
peneliti dari departemen ortodonsi di University of Iowa, AS dan
rekan-rekannya melakukan scan tomografi terkomputerisasi terhadap 40
orang partisipan. Separuh dari partisipan merupakan keturunan
Eropa-Amerika dan sebagian lainnya adalah Afro-Amerika atau penduduk
asli Afrika Selatan.
Dari situ peneliti menemukan bahwa semakin
besar volume rongga hidungnya maka semakin besar sinus maxillary-nya
atau kantung di setiap sisi hidung yang terletak di bawah mata, pada
kedua populasi. Hal itu menunjukkan bahwa sinus maxillary berperan
penting dalam membentuk variasi bentuk hidung. Menurut peneliti
tampaknya sinus ini memberikan ruang tersendiri bagi hidung.
Selain
itu peneliti juga menemukan bahwa hal ini ada kaitannya dengan bentuk
wajah seseorang secara keseluruhan. Namun ketika peneliti menemukan
sejumlah partisipan yang ukuran wajahnya hampir sama, sinus maxillary
terlihat memberikan perbedaan nyata antara partisipan keturunan Eropa
dengan keturunan Afrika.
Pasalnya sinus maxillary partisipan
keturunan Eropa 36 persen lebih besar ketimbang Afrika karena orang
Eropa cenderung memiliki bentuk hidung yang lebih sempit.
"Variasi
bentuk hidung ini tampaknya berkaitan dengan proses adaptasi seseorang
terhadap iklim tempat tinggalnya. Hal ini karena hidung harus dapat
memanaskan dan melembabkan udara yang kita hirup dengan baik," kata
Holton seperti dilansir dari
CNN, Jumat (22/3/2013).
"Itulah
mengapa saat tinggal di daerah yang iklimnya dingin beruntunglah
orang-orang yang memiliki hidung lebih sempit sehingga ketika ia
bernafas (inhale), akan lebih banyak udara yang masuk dan melakukan
kontak dengan permukaan mukosal hidung yang memberinya kelembaban.
Hidung yang lebih sempit itulah yang memaksimalkan area permukan
mukosanya sehingga mereka dapat tetap bertahan di daerah dengan suhu
rendah tersebut," lanjutnya.
Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal
The Anatomical Record.
(
vit/vit) -
Detik
No comments :