Tukang Soto dan Peruntungannya di BTS Telkomsel
DI BAWAH terik matahari di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, seorang lelaki paruh bayi asik mengutak-atik peralatannya. Bola matanya tak henti-hentinya melirik ke atas, kanan, kiri dan ke bawah. Ditangannya sebuah alat semacam pengukur listrik terus digenggamnya. Sesekali ia menghela nafas sambil membasuh butir-butir keringat yang mengucur deras di wajahnya.Rokok di tangannya pun sudah hampir habis, dan waktunya makan sudah tiba. Pukul 13.15 WIT saat itu. Akan tetapi, lelaki ini tetap tak menghiraukan makanan yang sudah tersedia yang dibelinya sebelum memulai kerja.Baginya, pekerjaan ini harus selesai, karena bila tidak kasihan orang-orang kota yang akan telefon kesulitan karena jaringannya terganggu, akibat mesin genset belum dihidupkan.Lalu apa sih yang dikerjakan pria 42 tahun ini. Ya, itulah Nurrohim Basyori atau biasa di sapa Pakde Nur, dulunya adalah penjaja soto Lamongan keliling, tapi kini sehari-harinya disibukkan dengan peralatan-peralatan telekomunikasi layaknya mekanik. Perjuangan Pakde Nur sebagai penjaga BTS (Base Transceiver Station) Telkomsel tidak pernah surut. Meski beban di punggung semakin berat. Apa yang dikerjakannya demi satu tujuan mulia. Pria kelahiran Ngawi, Jawa Timur ini, awalnya hanya ikut-ikutan saja. Bahkan waktu itu, ia memutuskan tinggal di Kabupaten Asmat, tepatnya di Desa Agast, karena mengikuti jejak sang adik yang bekerja di puskesmas. Setelah satu tahun lebih ia menjadi pedagang keliling, barulah ia melakoni pekerjaan sebagai penjaga BTS. “Saya mulai bekerja di BTS Agats ini sejak 9 September 2011," jelas Pakde Nur bangga.Meski hanya bertugas sebagai petugas mengoperasikan Generator Set (Genset), menjaga kebersihan dan memastikan keamanan, akan tetapi Pakde Nur harus menjalani training. Artinya itu bukan pekerjaan mudah, membutuhkan keahlian khusus juga."Sebab itu saya mengikuti training selama dua minggu, sebelum akhirnya tanggung jawab itu diserahkan ke saya,” ujar Pakde Nur. Hingga kini, ia memiliki tanggung jawab keamanan BTS tersebut.Menurut bapak dua anak ini, Operasional Genset di BTS Telkomsel Asmat memakai sistem 9-3 (sembilan min tiga). Selama 9 jam menyala dan 3 jam mati. Posisi genset mati tatkala kinerja ganti baterai, kadang-kadang bisa mem-back-up sistem selama 3 jam. Posisi genset berkapasitas 15 Kilovolt (KV) itu mampu mengangkat 8 modul. Nah itulah Pakde Nur, yang tidak pernah menyangka hidupnya berubah dan berkecukupan setelah tulus bekerja sebagai petugas BTS. Okezone - (amr)
Related Posts
No comments :